SALAM PERSAHABATAN

AKU MENCATAT UNTUK KESENANGANKU SENDIRI

Kamis, 02 Juni 2011

Mungkinkah Lokalisasi dikelola secara ICT???

Beberapa kota besar maupun kecil yangg pernah saya kunjungi, kesemuanya memiliki tempat lokalisasi. Bahkan saat mengunjungi salah satu kecamatan di Kotim, salah satu titik diruas jalan yang sering dilalui warga, juga ditemukan lokalisasi. Terlepas dari sisi nilai moralnya, menggambarkan kepada saya bahwa ternyata, lokalisasi sudah menjadi kebutuhan. Mungkin pertimbangngan inilah yang kemudian menjadi alasan, mengapa pemerintah secara tidak langsung melegalkan keberadaannya.

Sedikit saya akan bercerita soal Lokalisasi di palangka Raya. Lokalisasi terbesar disini ada di Jalan Cilik Riwut Km. 12 atau masyarakat setempat biasa menyebut Pal.12.(bukan promosi ),  namun hati-hati bagi pengunjung baru, salah belok kanan atau kiri bisa bahaya, pasalnya jika anda belok kiri dari depan Pal. 12 tersebut, anda memasuki wilayah pekuburan Umum Kristen. Nah..bahaya bila salah masuk lobang, bisa repot urusannya. Bila anda belok ke kanan, maka jalan anda sudah benar, tapi bukan benar dimata Tuhan. Seketika anda memasuki wilayah tersebut, awalnya akan terkesan bahwa tempat tersebut adalah pemukiman warga yang berada dipinggiran kota. Akan tetapi satu sisi itu benar, karena memang banyak warga juga yang tinggalnya disana.

Jalan yang masih berlobang-lobang, mengisyaratkan pengunjung untuk berhati-hati dan harus mampu menahan nafsu dulu, karena lobang yang anda cari bukan lobang jalan, bener ga??hee...kemudian memasuki arena, di kiri kanan jalan terdapat rumah-rumah warga yang tampaknya hidup dengan situasi normal selayaknya tinggal di pemukiman pinggiran kota. Dibagian ujung jalan mulai terdengar suara-suara gemuruh, karena suara musik dan suara para pengunjung yang lagi karoke, ditambah lagi ketawa cengengesan para wanita penghibur dan para hidung belang yang seolah menganggap dunia ini milik mereka.


Pemandangan ini saya lihat sendiri saat diajak teman untuk berkunjung kesana, sekedar buat karoke karena waktu itu tempat karoke di Palangka Raya belum ada.Awalnya saya sempat tergiur untuk turut mencicipi hidangan disana, namun saat memasuki salah satu karoke, hati saya sudah berkata TIDAK. Betapa tidak, begitu masuk ruangan, yang saya lihat pertama adalah tumpukan sampah kacang dan plastik serta botol minuman yang berhamburan, orang mabuk yang tertidur dikursi lalu ditambah lagi dengan wanita yang nangkring , klao tidak salah tebak sudah berumur 30-35 tahun. Rok pendek, baju mini, paha diameter 25 cm + make up 5 inc, benar-benar bikin merinding.

Selain itu, saya juga pernah beberapa kali kesana liputan berita pencoblosan saat Pemilu Kada dan saat acara penyuluhan, maklum saya wartawan TVRI Kalteng saat itu. Jadi suasana disiang hari dan malam hari sudah pernah saya lihat. namun yang paling ironis adalah saat kenyataan yang saya lihat pada siang hari ternyata dilokasi tersebut banyak anak-anak usia sekolah. Wow..wow..wow...hati saya bertanya, apa yang ada dipikiran anak-anak itu, dengan melihat lingkungan yang demikian???

Mengingat hal itu, akhirnya saya goreskan beberapa point penting di atas kertas tentang yang terjadi disana sejauh mata kepala dan mata hati saya memandang, yakni :

Sisi Positif :
  1.  Sex merupakan kebutuhan lahiriah manusia, dan setiap saat kebutuhan itu menyerang maka tempatnya adalah lokalisasi
  2.  Kadar seksualitas seseorang tidak dapat diukur, bagi yang mampu mengontrol maka tak akan jadi masalah, bagi mereka yang susah ( karena kebiasaan atau bawaan ), lokalisasi sangat membantu
  3. Karena tidak setiap orang itu baik, maka guna menghindari perlakuan buruk mereka berimbas pada orang yang baik, maka lokalisasi menjadi jawaban
  4. Agar mereka penjajah sex komersil tidak menyebar di segala tempat maka harus disediakan Lokalisasi.
Dari Sisi Negatif :
  1. Pengelolaan tidak profesional, karena tempat tersebut mencerminkan sesuatu yang menyeramkan dan terkesan angker.
  2. Pemerintah tak mampu memberikan perlindungan bagi para anak-anak usia sekolah yang ada disana, sehingga dapat dipastikan mereka secara psikologis telah terkena imbas.
  3. Pemerintah tak mampu mengontrol pengunjung, sehingga anak dibawah umurpun dengan leluasa dapat keluar masuk
  4. Pemerintah memungut pajak, tapi tidak memberikan hak untuk menikmati fasilitas yang baik.
  5. Para oknum aparat keamanan memanfaatkan tempat ini sebagai obyek tambahan penghasilan
  6. Premanisme tentu tak mampu dihindarkan
Berangkat dari beberapa persoalan tersebut, maka terbesit dipikiran saya untuk bagaimana mengubah kondisi tersebut dengan berbasis Teknologi, dengan  asumsi bahwa Lokalisasi tak mungkin ditutup namun perlu kontrol kuat dari pemerintah. Seperti halnya pengelolaan beberapa sektor publik, baik milik pemerintah maupun swasta yang berbasis Information and Communication Technologies ( ICT ), sebetulnya bisa dilakukan. Pengelolaan dengan sistem On-line dan sistem  MEMBER CARD dapat mengatasi beberapa persoalan diatas.

Bagaimana sistem ini dijalankan??
  1. Membentuk sebuah lembaga pengelola yang diisi oleh personil yang mumpuni dibidang bisnis dan ICT
  2. Menjadikan Lokalisasi sebagai area privat sehingga ada pembatas/portal sekeliling lokasi dan dapat dipantau melalui CCTV
  3. Memasukkan seluruh data mulai data WTS, Lokasi hiburan hingga nomor kamar
  4. Dari data ini dapat disusun sebagai data base seperti code booking yang ada di komputer server
  5. Data ini dapat dipublikasikan melalui website khusus sehingga para pengunjung dapat menentukan pilihan sesuai dengan nomor code booking.
  6. Website pengelolaan tidak dapat dibuka kecuali member yang telah ter-heregistrasi dalam data base.
  7. Operator yang siap 24 jam akan terhubung dengan operator yang ada di lokasi sehingga kode booking dapat tersampaikan pada obyek dengan baik
  8. Kartu member dapat diproses dengan pendaftaran secara resmi pada badan yang telah ditentukan dengan memperlihatkan KTP, sehingga data  member cukup valid dan member card tidak dapat digunakan oleh orang lain
  9. Yang pasti data kerahasiaan member akan dijaga dengan jaminan PERDA
  10. Operator juga harus bekerja dibawah sumpah dan terikat pada PERDA yang mengaturnya
Apa keuntungan dari sistem pengelolaan seperti ini??
  1. Memberikan kenyamanan bertransaksi keuangan karena semua sistem on-line
  2. Pungutan pajak dapat dilakukan secara transparan
  3. Yang paling penting adalah, bahwa pengunjung yang datang kesana adalah batas umur yang diperbolehkan, karena pada proses pengurusan member card, hal ini menjadi prioritas. Jadi yang namanya pelajar masuk Lokalisasi tidak mungkin lagi terjadi.
  4. Pendataan WTS akan lebih mudah, mulai dari umur, lokasi hingga data kesehatan.Bagi WTS yang tidak ikut dalam tes rutin kesehatan tidak akan didaftarkan di website sehingga tidak mungkin dapat bookingan. Dengan demikian pemerintah dalam hal ini petugas teknis tidak akan sulit lagi untuk meminta mereka  cek-up HIV/AIDS
  5. Premanisme pastinya akan dapat dikontrol dengan baik, karena proses transaksi telah dilakukan via On-line, sehingga cukup mereka diberdayakan sebagai tukang parkir dan petugas keamanan resmi
  6. Pungli dari oknum aparat keamanan dapat dipastikan tidak ada, karena akan terekam CCTV
  7. Tentu saja para public figur, tidak akan datang karena mereka akan malu pada proses pengurusan member card. "DILARANG PEJABAT MENJADI MEMBER"hee...
Bagaimana menyelamatkan anak-anak mereka yang masih sekolah ?
  •  Pajak daerah dari pengelolaan digunakan sebagai modal membangun satu asrama sekaligus rehabilitasi yang juga dilengkapi dengan sekolah. Namun nama sekolahnya tidak boleh memakai nama khusus, karena akan berdampak pada jenjang berikutnya disekolah luar. Mereka akan didiskriminasikan, maka dengan jaminan kualitas, ijasah mereka  atas nama sekolah negeri yang ditunjuk
 
 Dengan cara seperti ini saya kira akan lebih baik daripada pengelolaan secara konvensional seperti saat ini, yang seolah-olah baik, tapi pada kenyataannya adalah Nol besar. Bahkan dengan cara ini dapat meminimalisir kemungkinan buruk yang kerap kali terjadi diwilayah prostitusi.

Setelah menggoreskan beberapa point diatas, hati dan pikiran saya kembali menyatu untuk memikirkan solusi yang paling tepat dari yang ter-tepat adalah : MENGELOLA LOKALISASI DENGAN CARA TIDAK MENGELOLA, artinya secanggih apapun cara pengelolaannya, tetap saja bahwa menggunakan jasa prostitusi adalah melanggar nilai-nilai moral dan keagamaan.Namun bila memang itu cukup sulit di negeri beragama ini, maka solusi diatas mungkin tepat untuk dipertimbangkan.

terima kasih,



salam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar