Beberapa kota besar maupun kecil yangg pernah saya kunjungi, kesemuanya memiliki tempat lokalisasi. Bahkan saat mengunjungi salah satu kecamatan di Kotim, salah satu titik diruas jalan yang sering dilalui warga, juga ditemukan lokalisasi. Terlepas dari sisi nilai moralnya, menggambarkan kepada saya bahwa ternyata, lokalisasi sudah menjadi kebutuhan. Mungkin pertimbangngan inilah yang kemudian menjadi alasan, mengapa pemerintah secara tidak langsung melegalkan keberadaannya.
Sedikit saya akan bercerita soal Lokalisasi di palangka Raya. Lokalisasi terbesar disini ada di Jalan Cilik Riwut Km. 12 atau masyarakat setempat biasa menyebut Pal.12.(bukan promosi ), namun hati-hati bagi pengunjung baru, salah belok kanan atau kiri bisa bahaya, pasalnya jika anda belok kiri dari depan Pal. 12 tersebut, anda memasuki wilayah pekuburan Umum Kristen. Nah..bahaya bila salah masuk lobang, bisa repot urusannya. Bila anda belok ke kanan, maka jalan anda sudah benar, tapi bukan benar dimata Tuhan. Seketika anda memasuki wilayah tersebut, awalnya akan terkesan bahwa tempat tersebut adalah pemukiman warga yang berada dipinggiran kota. Akan tetapi satu sisi itu benar, karena memang banyak warga juga yang tinggalnya disana.
Jalan yang masih berlobang-lobang, mengisyaratkan pengunjung untuk berhati-hati dan harus mampu menahan nafsu dulu, karena lobang yang anda cari bukan lobang jalan, bener ga??hee...kemudian memasuki arena, di kiri kanan jalan terdapat rumah-rumah warga yang tampaknya hidup dengan situasi normal selayaknya tinggal di pemukiman pinggiran kota. Dibagian ujung jalan mulai terdengar suara-suara gemuruh, karena suara musik dan suara para pengunjung yang lagi karoke, ditambah lagi ketawa cengengesan para wanita penghibur dan para hidung belang yang seolah menganggap dunia ini milik mereka.
SALAM PERSAHABATAN
AKU MENCATAT UNTUK KESENANGANKU SENDIRI
Kamis, 02 Juni 2011
Sabtu, 28 Mei 2011
PM5 : Partai Malam Minggu - Malu Miskin = Musibah
Malam minggu begini jalan-jalan ramai dipenuhi kenderaan roda empat dan roda dua. Kota Palangka Raya yang biasanya lengang, berubah seperti jalan raya yang ada di kota-kota besar. Yang menarik adalah anak-anak muda yang lalu-lalang berkenderaan roda dua. Dunia sepertinya menjadi milik mereka, yang lain pada numpang. Aroma parfum berbagai merek, bercampur dengan bau oli yang dibakar mesin, keluar dari knalpot menjadi ciri khas aroma malam minggu.
Dalam hati bertanya, mengapa kencan atau bahasa kerennya nge-date harus malam minggu?? Kenapa tidak hari senin, atau selasa atau hari-hari lainnya?? ah..tapi what ever lah...yang pasti malam ini malamnya anak muda. Paling alasannya karena besok libur, ya ga? Yang perlu dibahas adalah, apakah semua orang yang lagi kencan itu anak orang mampu atau sudah punya penghasilan???
Hmm....kata orang "ada duit abang sayang, abang kere abang ditendang" ha....yah...itu kebanyakan benar. Akibatnya yang terjadi adalah, banyak orang yang harus terjebak dalam situasi pembohongan diri sendiri. Hal ini karena, biaya malam kencan itu cukup mahal. Bapak/ibu/saudar/i sekalian, angkutan kota di Palangka Raya ini cukup minim, apalagi sejak pukul 20.00 Wib hampir tidak ada lagi yang beroperasi. Lalu bagaimana dengan anak muda yang tidak punya kenderaan, sementara pacar sedang menunggu di-appelin..?? kalu cukup hanya berkunjung tak masalah, tapi pastinya minta dibawa jalan-jalan, lalu pakai apa?? kemudian bila jalan pasti minta jajan, apa lagi ini, ga ada cerita lain, doku pasti keluar.
BERDIKARI- Hakekat Kemanusian
BERDIKARI, Berdiri Di Atas Kaki Sendiri. Mendengar kalimat ini pasti mengingatkan kita pada sosok Soekarno, Presiden pertama Indonesia. Sosok pribadi yang mengagungkan kemandirian, perjuangan dan kemerdekaan ini, secara pribadi menginspirasi banyak hal dalam perjalanan hidup saya.
Menjadi pekerja yang mengharapkan gaji per-bulan dengan digit nominal yang berderet-deret adalah impian banyak orang, termasuk saya. Tapi itu dulu sebelum mengenal hidup dan kehidupan serta hakekat pribadi manusia yang memiliki talenta yang luar biasa serta kemerdekaan pribadi untuk memilih.Kesadaran akan hal ini muncul ditengah kesulitan ekonomi di Indonesia dimana pekerjaan bagai titah Tuhan yang harus diagungkan.
Tiga tahun bekerja di salah satu media elektronik, tak mengenal waktu, menguras pikiran dan energi membuat hati bergejolak untuk memilih menjadi pekerja atau menjadi pemberi kerja. Menjadi bawahan itu tak menyenangkan, karena sulit mencari tempat bekerja, dimana obyektivitas penilaian itu dinomor satukan. Puji Tuhan akhirnya keputusannya adalah keluar dan mencoba untuk BERDIKARI.
Jumat, 27 Mei 2011
belajar itu tak terbatas ruang dan waktu
Sekitar 2 tahun lalu, dengan bimbingan seorang teman, saya telah mampu membuat blog pribadi. Saat itu sempat aktif memposting beberapa tulisan ringan saya, namun karena beberapa sebab, akhirnya tidak lagi peduli dengan blog tersebut, bahkan kemudian samapai hari ini lupa alamatnya.
Setelah sekian lama, saya coba buka blog-blog yang dulunya sering saya kunjungi hingga ketertarikan untuk menjadi blogger kini muncul kembali.Tidak ahli memang, tapi paling tidak saat ini masih punya semangat untuk berbuat minimal untuk saya sendiri. Belajar dan terus belajar, itulah yang memelihara semangat saya dalam setiap melakukan hal-hal yang sulit ataupun yang membosankan. Semoga semangat ini tak pudar lagi...
salam hangat,
freddy
Langganan:
Postingan (Atom)